Pendidikan bukanlah ranah asing bagi Ibnu
Miskawaih. Ia telah lama bergelut di bidang tersebut walaupun lebih dikenal
sebagai filsuf dan lekat dengan bidang etika. Maka, berserak pula uraian
konsep-konsepnya tentang pendidikan.Dalam salah satu karyanya, Tahdhib
al-Akhlaq , cendekiawan Muslim asal Ray, Persia, ini menyatakan,
pendidikan menunjukkan tugas dan kewajiban yang harus dilakukan orang dewasa,
terutama orang tua kepada anak-anaknya.
Menurut Miskawaih, orang tua wajib memberikan
pendidikan kepada anak-anaknya, yang berisi pengetahuan, moralitas, adat
istiadat, dan perilaku yang baik. Langkah ini untuk mempersiapkan mereka agar
menjadi manusia yang baik.
Kelak, bila anak-anak itu menjelma menjadi
manusia dewasa yang baik, akan memberikan manfaat bagi masyarakatnya. Mereka
pun akan diterima secara baik oleh masyarakatnya. Miskawaih menambahkan,
pendidikan memang bertujuan menyempurnakan karakter manusia.
Dalam pandangan Miskawaih, layaknya kebaikan yang
bisa ditularkan melalui pendidikan, demikian pula dengan kejahatan. Maka, ia
mengingatkan orang tua untuk secara berulang, mengingatkan dan mendidik
anak-anak mereka tentang kebaikan dan kesalehan.
Selain memberikan pendidikan mengenai kebaikan,
Miskawaih menekankan pula agar sejak dini orang tua mengarahkan buah hatinya
berada dalam lingkungan yang baik. Orang tua harus membiasakan anak-anaknya
bergaul dan berteman dengan orang-orang berperilaku baik.
Miskawaih memberikan alasan mengapa ia menekankan
pentingnya lingkungan yang baik. Menurut dia, tak semua orang dapat dengan
cepat menerima kebaikan yang diajarkan kepadanya. Lingkungan yang baik akan
mencegah mereka yang lamban, bisa terhindar dari kejahatan.
Mereka yang lamban, harus terus-menerus
mendapatkan pendidikan tentang kebaikan. Miskawaih menyatakan pula, setiap
orang dapat berubah asalkan mendapatkan pendidikan secara terus-menerus tentang
kebaikan.
Tak heran jika Miskawaih kemudian menyimpulkan,
hal-hal yang telah terbiasa dilakukan oleh anak-anak sejak kecil, akan
memengaruhinya ketika menjadi orang dewasa. Dengan demikian, anak laki-laki
ataupun perempuan harus sejak dini dididik tentang kebaikan.
Pemikiran Miskawaih itu tersurat dalam bagian
kedua bukunya yang berjudul, Tahdhib al-Akhlaq .
Miskawaih
mengatakan, pendidikan sejak dini terhadap anak-anak memiliki arti penting.
Selain menanamkan kebaikan sejak dini, juga bisa sebagai sarana pembentuk
karakter.
Menurut Miskawaih, tidak mudah bagi seseorang yang
telah dewasa untuk mengubah karakternya. Kecuali, dalam kondisi tertentu.
Misalnya, orang tersebut sadar dan menyesal atas perilaku dan moralnya yang
buruk selama ini.
Lalu, orang tersebut bertekad untuk memperbaiki
diri dan meninggalkan perilakunya yang buruk itu. Miskawaih mengatakan, orang
semacam ini, yang memiliki kesadaran dari lubuk hatinya untuk melakukan
perubahan diri, biasanya akan terus menjauhkan diri dari kejahatan moral.
Bahkan, jelas Miskawaih, orang itu biasanya akan
secara sadar meminta orang lain membimbingnya ke jalan yang benar. Pun, meminta
orang lain untuk selalu mengingatkannya saat ia berkecenderungan melakukan hal
yang tidak baik.
Di sisi lain, Miskawaih mengungkapkan, adanya
seseorang yang berusaha memperbaiki karakternya, memurnikan jiwanya yang
kotor, dan membebaskan dirinya dari kebiasaan jahat, karena pada dasarnya semua
orang itu baik.
Miskawaih menegaskan pula, mereka akan tetap
menjadi baik karena adanya hukum dan pendidikan. Juga, ada pelatihan dan
pembiasaan terhadap mereka sejak kanak-kanak, agar mereka selalu menjalankan
kebaikan sesuai fitrahnya.
Bila hal ini diabaikan, ungkap Miskawaih, mereka
akan jatuh dalam perangkap keburukan. Dan, tentunya hubungan spiritual dengan
Allah SWT akan mengalami gangguan akibat perilaku yang buruk itu. Jadi,
pendidikan menjadi hal yang sangat berperan penting.
Karakteristik buruk
Dalam pandangan Miskawaih, ada empat
karakteristik buruk yang harus dihilangkan sejak anak-anak supaya mereka tidak
menderita ketika dewasa. Pertama, malas, menganggur, menyiakan hidup tanpa
kerja apa pun. Intinya, manusia tanpa manfaat.
Kedua, kebodohan dan ketidaktahuan yang
disebabkan oleh kegagalan untuk mempelajari dan melatih diri dengan
ajaran-ajaran yang diucapkan oleh orang-orang bijak. Ketiga, bersikap kurang
ajar dan tak tahu sopan santun.
Hal itu terjadi karena seseorang mengejar
keinginan yang tak terkendali dan berusaha melakukan perbuatan dosa dan jahat.
Sedangkan keempat, adalah rasa asyik dan keadaan terbiasa dengan perbuatan
buruk karena seringnya melakukan perbuatan tersebut.
Miskawaih mengatakan, untuk menghilangkan setiap
karakteristik buruk di atas, dibutuhkan pendidikan ataupun pelatihan yang
dilakukan secara terus-menerus. Hanya orang cerdas, kata dia, yang dapat
menyembuhkan dirinya sendiri dari karakter buruk tersebut.
Sekali lagi, Miskawaih menegaskan, persoalan itu
bisa diatasi melalui pendidikan dan pelatihan. Keduanya bisa dilakukan oleh
orang tua terhadap anak-anaknya. Ia menyatakan, pendidikan bisa menjadi sarana
untuk mewujudkan hal-hal yang baik itu.
Miskawaih mengatakan, pendidikan ini selain
berguna bagi anak-anak, juga bermanfaat bagi orang tua. Sebab, saat memberikan
pengajaran dan contoh kepada anak-anaknya, mereka akan terus ingat untuk selalu
menjalankan perbuatan yang baik.
Pada akhirnya, pendidikan ini akan mengarahkan
anak-anak saat menjadi dewasa, untuk menjalankan kebaikan dan menghindari
perbuatan jahat dengan mudah. Pun, tentunya mudah mengikuti semua ajaran yang
ada di dalam Alquran dan sunah.
Mereka, jelas Miskawaih, juga akan menjadi
terbiasa menjaga diri dari godaan kesenangan yang menjerumuskan kepada
keburukan. Tak hanya itu, mereka juga akhirnya tak terbiasa memanjakan dirinya
dalam kesenangan yang melalaikan.
Pada akhirnya, mereka lebih menginginkan untuk
memiliki kemampuan yang tinggi dalam filsafat, dan mencari kedekatan diri
dengan Allah. Lalu, jelas Miskawaih, mereka akan menuai persahabatan yang
hangat dari orang-orang yang saleh.
Miskawaih dan Metode Pendidikan
Ibnu Miskawaih juga mengenalkan sejumlah langkah
yang akan melahirkan aspek positif dalam mendidik. Ia, misalnya, memandang
penting pemberian pujian. Pujian, kata dia, bisa dilakukan oleh orang tua atau
pendidik ketika anak-anak melakukan hal-hal baik.
Menurut Miskawaih, patut pula memberikan pujian
kepada orang dewasa yang melakukan perbuatan baik di hadapan anak-anak.
Tujuannya, anak-anak bisa mencontoh sikap terpuji yang dilakukan oleh orang
dewasa tersebut.
Miskawaih mengingatkan, pujian harus dilakukan
untuk menekankan pentingnya tindakan-tindakan yang baik dan harus diberikan
untuk tindakan yang baik-baik saja. Selain pujian, ia juga memberi saran untuk
mendorong anak menyukai makanan, minuman, dan pakaian yang baik.
Namun, perlu diingatkan pula agar seorang anak
atau siapa pun yang telah dewasa untuk tak makan, minum, dan berpakaian secara
berlebihan. Dalam aturan makan, anak harus diberi tahu bahwa makan itu suatu
keharusan dan penting bagi kesehatan tubuh.
Makan, jelas Miskawaih, bukan sebagai alat
kesenangan indra. Perlu diketahui pula bahwa makanan merupakan obat bagi tubuh,
yakni obat untuk rasa lapar dan mencegah timbulnya penyakit. Orang tua atau
pendidik harus mengingatkan anak didiknya agar tak makan berlebihan.
Dalam cara berpakaian, Miskawaih menyatakan, saat
anak telah beranjak dewasa, khususnya laki-laki, sebaiknya mereka mengenakan
pakaian putih-putih dan menghindari pakaian berpola. Sebab, menurut dia,
pakaian berwarna dan berpola lebih layak untuk perempuan.
Selain itu, Miskawaih mendorong laki-laki untuk
tak menghiasai dirinya dengan perhiasan perempuan, seperti memakai cincin dan
mempunyai rambut panjang. Mereka tidak boleh mengenakan emas dan perak dalam
bentuk apa pun.
Anak-anak, jelas Miskawaih, pun harus dilatih
untuk mengagumi sifat-sifat murah hati. Misalnya, berbagi makanan. Selain
pujian, anak juga perlu mendapatkan peringatan bila melakukan hal tak baik.
Jika anak berbuat buruk, perbuatan itu juga perlu dikecam.
Langkah ini bertujuan agar si anak tak lagi
melakukan hal buruk. Jika kecaman tak membuat si anak menghentikan perbuatan
buruknya, Miskawaih menyarankan tindakan terakhir, yaitu hukuman fisik. Namun,
hukuman ini tak dilakukan secara berlebihan.[republika]