من يهد الله فهو المهتد ومن يضل فلن تجد له وليا مرشدا ( الكهف 17)
Barang siapa yang
diberi petunjuk oleh Allah,maka dialah yang mendapat petunjuk, dan barang siapa
yang disesatkan-Nya maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang
dapat memberi petunjuk kepadanya…
(QS. 18: 17)
(QS. 18: 17)
Sebelum Malik
al-Asytar ditunjuk sebagai Gubernur Mesir, Khalifah Ali bin Abi Thalib
memperingatkannya: “Pemimpin harus sejajar dengan yang dipimpinnya, berusaha
memberi penerangan dan meringankan beban yang miskin dan papa. Kehancuran bumi
hanya terjadi karena pemimpin sibuk dengan diri sendiri untuk mengumpulkan
kekayaan, mengkhawatiran keberlangsungan kekuasaan dan mengambil keuntungan
dari jabatan mereka.”
Nasehat Ali terhadap Malik tersebut layak
menjadi pelajaran bagi para pemimpin di setiap zaman, termasuk para pemimpin
hari ini. Dari kalimat bijaksana dan tajam Ali itu terdapat filsafat yang kuat
bagaimana seharusnya seorang jadi pemimpin. Dari situ juga dapat dipahami bahwa
dalam perspektif Islam, pemimpin itu gaya hidupnya jangan terlalu berbeda jauh
dari rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin tak selayaknya bergelimang kemewahan,
sementara rakyat dipaksa menikmati kemiskinan.
Menjadi pemimpin itu harus rela bersusah payah
untuk membebaskan rakyat dari ketertindasan dan kemelaratan. Jabatan bukanlah
anugrah untuk menikmati hidup mewah, tapi merupakan amanah untuk mengangkat
derajat hidup rakyat derita sejarah.
Bersikap adil adalah syarat mutlak yang harus
dipenuhi seorang pemimpin. Keadilan yang benar-benar adil, tidak berstandar
ganda , hanya adil terhadap orang-orang terdekat, karib kerabat, atau
konglomerat, tapi mesti adil terhadap semua pihak, semua lapisan masyarakat.
Amatlah buruk akibatnya bila seorang Muslim tak bersikap adil apalagi seorang
pemimpin.
Pemimpin yang adil adalah pemimpin yang selalu
berjuang dan berada di garda terdepan bila rakyat ditindas, dianaiaya dan
dizalimi. Sebagaimana bunyi sebuah hadis, tidak ada dosa yang lebih cepat
mendapat balasan kecuali menindas orang lain. Bagi para penindas, apalagi
pemimpin yang suka menindas, tak hanya akan menerima hukuman di akhirat, tapi
hukuman itu akan langsung diterimanya di dunia, cepat atau lambat.
Begitu pentingnya sifat keadilan mesti melekat
pada diri seorang pemimpin, dalam salah satu mazhab Islam (Syi’ah) dikenal
sebuah prinsip politik yang barangkali kedengaran musykil: lebih baik dipimpin
oleh seorang pemimpin yang adil meskipun dia seorang non-Muslim ketimbang
dipimpin seorang Muslim tapi tidak adil dan zalim. Prinsip ini dapat dipahami
bahwa kita jangan terpesona hanya karena pemimpin itu melakukan shalat, berpusa
dan berhaji. Yang mesti dinilai pada seorang pemimpin adalah, sejauh mana dia
telah menjalankan amanah seperti bunyi nasehat Ali bin Abi Thalib di atas.
Kemudian Ali
bin Abi Thalib menegaskan, Tuhan Maha Adil, keadilan itu harus mengalir dalam
diri seorang manusia. Manusia dituntut adil terhadap Tuhan dan makhluknya. Agar
adil kepada Tuhan, manusia dituntut beramal shaleh, bermoral dan memenuhi tujuan
penciptaaannya yaitu menyembah Tuhan. Agar adil terhadap makhluk Tuhan, manusia
harus memberikan setiap makhluk haknya dan bertindak terhadap makhluk-makhluk
itu sesuai dengan hak-hak mereka.
Lebih jauh diingatkan Ali, pengaruh kekuasaan dapat begitu mudah merusak masyarakat, keadilan begitu mudah dibelokkan oleh penguasa yang zalim, menindas dan korup. Rakyat tak mungkin menjadi baik apabila penguasa mereka tidak baik dan tidak adil namun begitu pula sebaliknya, pemimpin sulit menjadi baik apabila mayoritas rakyatnya tidak baik. Bagaimanapun, pemimpin adalah representasi dari mayoritas rakyatnya.
Lebih jauh diingatkan Ali, pengaruh kekuasaan dapat begitu mudah merusak masyarakat, keadilan begitu mudah dibelokkan oleh penguasa yang zalim, menindas dan korup. Rakyat tak mungkin menjadi baik apabila penguasa mereka tidak baik dan tidak adil namun begitu pula sebaliknya, pemimpin sulit menjadi baik apabila mayoritas rakyatnya tidak baik. Bagaimanapun, pemimpin adalah representasi dari mayoritas rakyatnya.
Kepada seorang pemimpin mesti terus
dipertanyakan, apakah amanah yang mereka sandang sudah sepenuhnya untuk
menyejahterakan rakyat ataukah hanya untuk memuaskan diri mereka akan
kenikmatan berkuasa dan abai dengan realitas yang sesungguhnya yang dialami
rakyat.
Kepemimpinan dalam Islam adalah suatu syarat
mutlak akan keberadaan suatu masyarakat, kaum dan bangsa. Kepemimpinan gunanya
adalah untuk menegakkan hukum supaya berjalan dengan seksama, agar terwujud
distribusi ekonomi supaya kekayaan tidak hanya berputar pada segelintir orang
dan untuk mewujudkan kemajuan masyarakat lewat pendidikan.
Jika pemimpin mampu untuk bertindak adil,
rakyat wajib mematuhinya, namun jika pemimpin zalim, rakyat wajib melawannya.
Rakyat yang mayoritas baik akan melahirkan seorang pemimpin yang baik pula,
begitu pula sebaliknya. Mungkin itulah maksud dari ayat yang dikutip pada awal
tulisan di atas
الذين
ينفقون فى السراء والضراء والكاظمين الغيظ والعفين عن الناس والله يحب المحسنين .
والذين اذا افعلووا فاحشة اوظلمواانفسهم لذنوبهم ومن يغفر الذنوب الاالله ولم
يصرواعلى ما فعلوا وهم يعلمون.
Yaitu) orang-orang
yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan
Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan
kejinya itu, sedang mereka mengetahui. (Q.S. Ali 'Imran ayat 134-135).
Nabi Zulkifli: Pemimpin Yang Bertanggung Jawab
واسماعيل وادريس وذالكفل كل من الصبرين
Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Semua mereka
termasuk orang-orang yang sabar. (Q.S. al-Anbiya‘ ayat 85).
واذكر اسمعيل واليسع وذاالكفل وكل من الاخيار
Dan ingatlah
akan Ismail, Ilyasa’ dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling
baik/pilihan. (Q.S. Shad ayat 48).
Pemimpin yang ideal adalah pemimpin yang
memiliki tanggung jawab terhadap rakyatnya, sehingga kebutuhan-kebutuhan mereka
dapat dipenuhinya dengan baik. Kebutuhan dimaksud hanya berkisar kepada dua
persoalan yaitu tersedianya kecukupan pangan, dan adanya jaminan keamanan
sebagaimana yang dapat dipahami melalui Q.S. Quraisy.
Tipologi pemimpin yang benar-benar bertanggung
jawab adalah tipologi kepemimpinan para nabi dan rasul Allah. Dikatakan
demikian, karena hari-hari mereka selalu memikirkan keberadaan umatnya yang
tidak saja menyangkut persoalan material, akan tetapi juga persoalan moral.
Bentuk dari tanggung jawab yang mereka miliki ialah dengan menumpahkan segala
potensi yang dimiliki seperti tenaga, waktu dan pemikiran hanya tertumpah untuk
satu tujuan yang mulia yaitu memajukan dan memakmurkan rakyat.
Prinsip yang sangat ideal dari
pemimpin-pemimpin yang bertanggung jawab dan adil ini adalah prilaku mereka
dalam menyikapi keberadaan negara dan rakyat. Dengan kata lain, jika negara
sedang menghadapi kesusahan maka pemimpinlah orang pertama yang merasakan
kesusahan tersebut. Sebaliknya, jika berkaitan dengan prihal nikmat dan
kesenangan, maka pemimpinlah orang yang terakhir merasakan nikmat dan
kesenangan dimaksud.
Sosok yang ditonjolkan dalam tulisan ini adalah
Nabi Zulkifli dimana bentuk tanggung jawabnya disebutkan Rasulullah berulang
kali. Diceritakan bahwa Nabi Zulkifli pernah memberikan 60 (enam puluh) dinar
kepada seorang perempuan. Tiba-tiba perempuan tersebut menangis lantaran tidak
pernah menerima uang sebanyak itu, akan tetapi dinar yang sebanyak itu masih
kurang bila dibanding dengan kebutuhannya. Kemudian Nabi Zulkifli memberikan
semua dinar yang ada di tangannya kepada perempuan tersebut.
Selain Nabi Zulkifli, maka Umar bin Khattab
pernah memanggul langsung sekarung gandum untuk diberikan kepada rakyatnya yang
miskin karena mendapatkan seorang janda memasak batu untuk menidurkan
anak-anaknya. Kemudian Umar juga tidak memberlakukan hukum potong tangan kepada
pencuri pada musim paceklik karena yang bertanggung jawab dalam kondisi ini
adalah pemimpin lantaran tidak mampu menyediakan pangan kepada rakyatnya.
Kasus Nabi Zulkifli di atas plus kasus yang
diperbuat oleh Umar bin Khattab menunjukkan betapa pentingnya tanggung jawab
bagi seorang pemimpin. bertanggung jawab dan adil ini muncul karena mereka
adalah orang-orang yang terbaik di kalangan rakyatnya dan juga sosok yang benar
benar pilihan dalam segala hal. Dan oleh karena itu, jika ingin mengharapkan
pemimpin yang bertanggung jawab maka pilihlah sosok yang benar-benar memiliki
kelebihan seperti sosok Nabi Zulkifli atau -paling tidak- seperti sosok Umar
bin Khattab.
Urgensi Memilih Pemimpin Yang Bertanggung
Jawab dan adil
Salah
satu sosok pemimpin yang patut untuk diteladani dalam persoalan tanggung jawab
ini adalah Nabi Zulkifli. Al-Hafizh Ibn Katsir dalam bukunya Qashash al-Anbiya‘
menyebutkan, bahwa Nabi Zulkifli adalah sosok pemimpin yang paling bertanggung
jawab dalam mengatasi kebutuhan umatnya. Selain itu Nabi Zulkifli juga
senantiasa berlaku seadil-adilnya dalam menerapkan hukum di masyarakat. Oleh
karena itulah maka beliau dinamai dengan Zulkifli yaitu “pemimpin yang berani
memikul tanggung jawab”.
Kedua
ayat di atas menyebutkan bahwa dalam hal kesabaran, maka Nabi Zulkifli
disejajarkan dengan Nabi Ismail dan Nabi Idris. Dan adapun dalam bidang
kebaikan maka Nabi Zulkifli disejajarkan dengan Nabi Ismail dan Nabi Ilyas.
Dengan demikian, munculnya sifat kepemimpinan yang bertanggung jawab pada diri
Nabi Zulkifli adalah sebagai implementasi dari sifat sabar dan sifat baik yang
dimilikinya.
Sifat sabar ini berkaitan dengan persoalan
ketuhanan yaitu dengan melaksanakan ketaatan kepadaNya dan menjauhi hal-hal
yang berkaitan dengan maksiat, demikian menurut al-Qurthubi. Implikasi dari
sifat sabar yang semacam ini akan memudahkan pelakunya dalam menghadapi
kasus-kasus yang terjadi di masyarakat. Hal ini disebabkan bahwa persoalan yang
ada di masyarakat jauh lebih ruwet bila dibanding dengan persoalan ketuhanan,
dan karenanya diperlukan semacam training sebelum terjun memimpin masyarakat.
Salah satu cerminan dari pemimpin yang
bertanggung jawab adalah sabar dalam menghadapi tuntutan rakyat. Melalui sifat
ini akan mudah baginya mencarikan solusi alternatif yang terbaik, bukan
mencari-cari kesalahan dan kelemahan rakyat. Dengan demikian, maka pemimpin
yang bertanggung jawab dan adil selalu menyalahkan dirinya dalam hal kegagalan,
dan sama sekali tidak pernah menimpakan kegagalan tersebut karena ulah
rakyatnya.
Rasa
tanggung jawab ini harus muncul dari seorang pemimpin, karena keberadaannya
sebagai orang yang terbaik dan juga sebagai orang pilihan di antara rakyatnya,
sehingga dirinya dianggap sosok yang paling tepat memikul tangung jawab. Oleh
karena itu, memilih sosok pemimpin yang seperti ini tidak boleh dilakukan
secara serampangan akan tetapi harus dilakukan melakukan seleksi yang ketat.
Akhir-akhir ini muncul kesan bahwa rakyat selalu dijadikan “kambing hitam” dari
setiap kegagalan pemimpin. Bahkan ketika bencana menimpa sebagian negeri ini,
maka yang disalahkan adalah rakyat karena mereka berdomisili di daerah-daerah
yang rawan bencana, atau dituduh membuang sampah sembarangan. Vonis yang
seperti ini menunjukkan nihilnya rasa tanggung jawab pemimpin karena
nilai-nilai kesabaran tidak ada dalam dirinya.
Menyalahkan rakyat bukanlah tindakan yang
terpuji bila suatu negara gagal dalam meraih cita-cita kemakmurannya. Adapun
yang paling bertanggung jawab dalam persoalan ini adalah pemimpin. Alasannya
ialah karena status mereka adalah orang yang terbaik dan yang terpilih di
antara rakyatnya sebagaimana halnya Nabi Zulkifli dan nabi-nabi yang lain,
demikian disebutkan dalam Q.S. Shad ayat 48. Ayat ini mengisyaratkan bahwa
pemimpin yang harus ditaati adalah pemimpin yang memiliki tanggung jawab dan
adil. Dan oleh karena itu, maka sifat ini dapat dijadikan sebagai salah satu
kriteria untuk memilih pemimpin kapan dan dimanapun. Tanggung jawab ini dapat
diukur melalui sifat kesabaran yang dimilikinya plus keberadaannya sebagai
orang yang terbaik dan yang benarbenar pilihan di antara rakyatnya.
Untuk mendapatkan pemimpin yang memiliki nilai
plus di atas, maka diperlukan keseriusan dalam memilih bukan hanya sebatas
pertimbangan menang popularitas. Idealnya, mereka yang dipilih adalah sosok
yang terbaik di antara rakyat sebagaimana halnya Allah memilih Nabi Zulkifli
yaitu sosok yang paling menonjol bila dibanding dengan umat yang dihadapinya.
Hal ini dilakukan agar sosok yang dipilih benar-benar dapat bertanggung jawab
dalam membawa rakyatnya untuk menuju kehidupan yang sangat layak.
Penutup
Berdasarkan
uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa pemimpin yang bertanggung
jawab dan adil tidak akan pernah muncul dengan sendirinya kecuali setelah lulus
dalam meresponi perintah-perintah Tuhan. Tanggung jawab yang dimiliki oleh Nabi
Zulkifli dalam tataran ini bukanlah datang dengan sendirinya, akan tetapi sifat
ini muncul setelah melalui beberapa tahapan.
DAFTAR
PUSTAKA
Soenarjo,Prof.R.H.A,1994.Alqur’an&Terjemahannya,semarang,PT.Kumudasmoro
Grafindo
Ahmadi, H Abu, 1979, akhlak Sosial, Bina Ilmu, Surabaya.
Al-Abrasyiy,
Muhammad ‘A-iyyah. 1996. Roh Al-Islam, diterjemahkan oleh Syamsuddin
Asyrofi et al. Dengan judul Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam (Cetakan
Pertama).Yogyakarta: Titian Ilahi Press.
ARTIKEL
AKHLAK TASAWWUF
PENTINGNYA SIFAT ADIL BAGI SEORANG PEMIMPIN
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
AKHLAK TASAWWUF
Dosen Pembimbing :
Drs.A.Mutohar,MM
Nim
:150 262 506
Oleh
Akhmad Zainullah (084094005)
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM MADIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JEMBER
2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar