facebook

HIKAYAT

Hikayat Abu Nawas dan Lelaki Kikir
Syahdan,disuatu masa hidup seorang laki2 yang punya sifat kikir (pelit).ia mempunyai sebuah rumah yang cukup besar.didalam rumah itu dia tinggal bersama seorang istri dan 3 orang anaknya yang masih kecil2.laki2 ini merasa rumahnya sudah sangat sempit dengan keberadaannya dan keluarganya.namun,untuk memperluas rumahnya,sang lelaki merasa sayang untuk mengeluarkan uang.ia putar otak bagaimana caranya agar ia bisa memperluas rumahnya tanpa mengeluarkan banyak.akhirnya,ia mendatangi abunawas,seorang cerdik dikampungnya.pergilah ia menuju rumah abu nawas.
si lelaki : “salam hai abunawas,semoga engkau selamat sejahtera.”
abu nawas : “salam juga untukmu hai orang asing,ada apa gerangan kamu mendatangi kediamanku yang reot ini ?”
si lelaki lalu menceritakan masalah yang ia hadapi.abunawas mendengar dengan seksama.setelah si lelaki selesai bercerita,abunawas tampak tepekur sesaat,tersenyum,lalu ia berkata :
“hai fulan,jika kamu menghendaki kediaman yang lebih luas,belilah sepasang ayam,jantan dan betina,lalu buatkan kandang didalam rumahmu.3 hari lagi kau lapor padaku bagaimana keadaan rumahmu.”
si lelaki bingung,apa hubungannya ayam dengan luas rumah,tapi ia tak membantah.sepulang dari rumah abunawas,ia membeli sepasang ayam,lalu membuatkan kandang untuk ayamnya didalam rumah.
3 hari kemudian,ia kembali kekediaman abunawas,dengan wajah berkerut.
abunawas : “bagaimana fulan,sudah bertambah luaskah kediamanmu?”
si lelaki : “boro boro ya abu.apa kamu yakin idemu ini tidak salah?rumahku tambah kacau dengan adanya kedua ekor ayam itu.mereka membuat keributan dan kotorannya berbau tak sedap.”
abu nawas : “( sambil tersenyum ) kalau begitu tambahkan sepasang bebek dan buatkan kandang didalam rumahmu.lalu kembali 3 hari lagi.”
silelaki terperanjat.kemarin ayam sekarang bebek,memangnya rumahnya peternakan?.atau sicerdik abunawas ini sedang kumat jahilnya?namun seperti pertama kali,ia tak berani membantah,karena ingat reputasi abunawas yang selalu berhasil memecahkan berbagai masalah.pergilah ia ke pasar,dibelinya sepasang bebek,lalu dibuatkannya kandang didalam rumahnya.
setelah 3 hari ia kembali menemuai abunawas.
abu nawas : “bagaimana fulan,kediamanmu sedah mulai terasa luas atau belum ?”
si lelaki : “aduh abu,ampun,jangan kau menegerjai aku.saat ini adalah saat paling parah selama aku tinggal dirumah itu.rumahku sekarang sangat mirip pasar unggas,sempit,padat,dan baunya bukan main.”
abunawas : “waah,bagus kalau begitu.tambahkan seekor kambing lagi.buatkan ia kandang didalam rumahmu juga.lalu kembali kesini 3 hari lagi.”
si lelaki : “apa kau sudah gila abu ?kemarin ayam,bebek dan sekarang kambing.apa tidak ada cara lain yang lebih normal?”
abunawas : “lakukan saja,jangan membantah.”
lelaki itu tertunduk lesu,bagaimanapun juga yang memberi ide adalah abunawas,sicerdik pandai yang tersohor.maka dengan pasrah pergilah ia ke pasar dan membeli seekor kambing,lalu ia membuatkan kandang didalam rumahnya.
3 hari kemudian dia kembali menemui abunawas
abunawas : “bagaimana fulan ? sudah membesarkah kediamanmu ?”
si lelaki : “rumahku sekarang benar2 sudah jadi neraka.istriku mengomel sepanjang hari,anak2 menangis, semua hewan2 berkotek dan mengembik,bau,panas,sumpek,betul2 parah ya abu.tolong aku abu,jangan suruh aku beli sapi dan mengandangkannya dirumahku,aku tak sanggup ya abu.”
abu nawas : “baiklah,kalau begitu,pulanglah kamu,lalu juallah kambingmu kepasar,besok kau kembali untuk menceritakan keadaan rumahmu.”
si lelaki pulang sambil bertanya2 dalam hatinya,kemarin disuruh beli,sekarang disuruh jual,apa maunya si abunawas.namun,ia tetap menjual kambingnya kepasar.keesokan harinya ia kembali kerumah abunawas.
abu nawas : “bagaimana kondisi rumahmu hari ini ?”
si lelaki :”yah,lumayan lah abu,paling tidak bau dari kambing dan suara embikannya yang berisik sudah tak kudengar lagi.”
abu nawas : “kalau begitu juallah bebek2mu hari ini,besok kau kembali kemari”
si lelaki pulang kerumahnya dan menjual bebek2nya kepasar.esok harinya ia kembali kerumah abunawas
abunawas : “jadi,bagaimana kondisi rumahmu hari ini?”
si lelaki : “syukurlah abu,dengan perginya bebek2 itu,rumahku jadi jauh lebih tenang dan tidak terlalu sumpek dan bau lagi.anak2ku juga sudah mulai berhenti menangis.”
abunawas.bagus.”kini juallah ayam2mu kepasar dan kembali besok ”
si lelaki pulang dan menjual ayam2nya kepasar.keesokan harinya ia kembali dengan wajah yang berseri2 kerumah abunawas
abunawas : “kulihat wajahmu cerah hai fulan,bagaimana kondisi rumahmu saat ini?”
si lelaki :”alhamdulillah ya abu,sekarang rasanya rumahku sangat lega karena ayam dan kandangnya sudah tidak ada.kini istriku sudah tidak marah2 lagi,anak2ku juga sudah tidak rewel.”
abunawas : “(sambil tersenyum) nah nah,kau lihat kan,sekarang rumahmu sudah menjadi luas padahal kau tidak menambah bangunan apapun atau memperluas tanah banguanmu.sesungguhnya rumahmu itu cukup luas,hanya hatimu sempit sehingga kau tak melihat betapa luasnya rumahmu.mulai sekarang kau harus lebih banyak bersyukur karena masih banyak orang yang rumahnya lebih sempit darimu.sekarang pulanglah kamu,dan atur rumah tanggamu,dan banyak2lah bersyukur atas apa yang dirizkikan tuhan padamu,dan jangan banyak mengeluh.”
silelaki pun termenung sadar atas segala kekeliruannya,ia terpana akan kecendikiaan sang tokoh dan mengucap terima kasih pada abunawas…

Unsur Intrinsiknya :
 Tema : Bersyukur dengan apa yang telah kita miliki
 Alur : Menggunakan alur maju, karena penulis menceritakan peristiwa tersebut dari awal permasalahan sampai akhir permasalahan.
 Setting/ Latar :
- Setting Tempat : Negeri Antah Berantah, pasar, rumah lelaki kikir, rumah Abunawas.
- Setting Suasana : ramai, menegangkan, dan bahagia.
 Sudut Pandang Pengarang : orang ketiga serba tahu.
 Amanat :
- Kita harus banyak-banyak bersyukur.
- Jangan selalu melihat ke atas, sekali-kali lihatlah kebawah, karena masih banyak orang yang hidupnya lebih menderita dari kita.
- Hadapilah semua rintangan dan cobaan dalam hidup dengan sabar dan rendah hati.
- Jangan memandang seseorang dari tampak luarnya saja, tapi lihatlah ke dalam hatinya.
- Hendaknya kita dapat menolong sesama yang mengalami kesukaran.
- Janganlah kita mudah menyerah dalam menghadapi suatu hal.
Unsur Ekstrinsiknya :
1. Nilai Moral
Kita harus bersikap bijaksana dalam menghadapi segala hal di dalam hidup kita.
Jangan kita terlalu memaksakan kehendak kita kalau sebenarnya tidak mampu.
2. Nilai Budaya
Sebagai seorang ayah sebaiknya memberikan contoh yang baik kepada anak dan istri.
3. Nilai Sosial
Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
Hendaknya kita mau berbagi untuk meringankan beban orang lain.
4. Nilai Religius
Jangan mempercayai ramalan yang belum tentu kebenarannya.
Percayalah pada Tuhan bahwa Dialah yang menentukan nasib manusia.
5. Nilai Pendidikan
Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
Jangan mempercayai ramalan yang belum tentu kebenarannya.

HIkayat Abu Nawas “Pesan Bagi Hakim”
Bapaknya Abu Nawas adalah Penghulu Kerajaan Baghdad bernama Maulana. Pada suatu hari bapaknya Abu Nawas yang sudah tua itu sakit parah dan akhirnya meninggal dunia.
Abu Nawas dipanggil ke istana. la diperintah Sultan (Raja) untuk mengubur jenazah bapaknya itu sebagaimana adat Syeikh Maulana. Apa yang dilakukan Abu Nawas hampir tiada bedanya dengan Kadi Maulana baik mengenai tata cara memandikan jenazah hingga mengkafani, menyalati dan men-do’akannya. Maka Sultan bermaksud mengangkat Abu Nawas menjadi Kadi atau penghulu menggantikan kedudukan bapaknya.
Namun..,demi mendengar rencana sang Sultan. Tiba-tiba saja Abu Nawas yang cerdas itu tiba-tiba nampak berubah menjadi gila.
Usai upacara pemakaman bapaknya. Abu Nawas mengambil batang sepotong batang pisang dan diperlakukannya seperti kuda, ia menunggang kuda dari batang pisang itu sambil berlari-lari dari kuburan bapaknya menuju rumahnya. Orang yang melihat menjadi terheran-heran dibuatnya.
Pada hari yang lain ia mengajak anak-anak kecil dalam jumlah yang cukup banyak untuk pergi ke makam bapaknya. Dan di atas makam bapaknya itu ia mengajak anak-anak bermain rebana dan bersuka cita.
Kini semua orang semakin heran atas kelakuan Abu Nawas itu, mereka menganggap Abu Nawas sudah menjadi gila karena ditinggal mati oleh bapaknya.
Pada suatu hari ada beberapa orang utusan dari Sultan Harun Al Rasyid datang menemui Abu Nawas.
“Hai Abu Nawas kau dipanggil Sultan untuk menghadap ke istana.” kata wazir utusan Sultan.
“Buat apa sultan memanggilku, aku tidak ada keperluan dengannya.” jawab Abu Nawas dengan entengnya seperti tanpa beban.
“Hai Abu Nawas kau tidak boleh berkata seperti itu kepada rajamu.”
“Hai wazir, kau jangan banyak cakap. Cepat ambil ini kudaku ini dan mandikan di sungai supaya bersih dan segar.” kata Abu Nawas sambil menyodorkan sebatang pohon pisang yang dijadikan kuda-kudaan.
Si wazir hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Abu Nawas. “Abu Nawas kau mau apa tidak menghadap Sultan?” kata wazir.
“Katakan kepada rajamu, aku sudah tahu maka aku tidak mau.” kata
Abu Nawas.
“Apa maksudnya Abu Nawas?” tanya wazir dengan rasa penasaran.
“Sudah pergi sana, bilang saja begitu kepada rajamu.” sergah Abu Nawas sembari menyaruk debu dan dilempar ke arah si wazir dan teman-temannya.
Si wazir segera menyingkir dari halaman rumah Abu Nawas. Mereka laporkan keadaan Abu Nawas yang seperti tak waras itu kepada Sultan Harun Al Rasyid.
Dengan geram Sultan berkata,”Kalian bodoh semua, hanya menghadapkan Abu Nawas kemari saja tak becus! Ayo pergi sana ke rumah Abu Nawas bawa dia kemari dengan suka rela ataupun terpaksa.”
Si wazir segera mengajak beberapa prajurit istana. Dan dengan paksa Abu Nawas di hadirkan di hadapan raja.
Namun lagi-lagi di depan raja Abu Nawas berlagak pilon bahkan tingkah-nya ugal-ugalan tak selayaknya berada di hadapan seorang raja.
“Abu Nawas bersikaplah sopan!” tegur Baginda. “Ya Baginda, tahukah Anda……?”
‘Apa Abu Nawas…?”
“Baginda…terasi itu asalnya dari udang !”
“Kurang ajar kau menghinaku Nawas !”
“Tidak Baginda! Siapa bilang udang berasal dari terasi?”
Baginda merasa dilecehkan, ia naik pitam dan segera memberi perintah kepada para pengawalnya.
“Hajar dia ! Pukuli dia sebanyak dua puluh lima kali.”
Wah-wah! Abu Nawas yang kurus kering itu akhirnya lemas tak berdaya dipukuli tentara yang bertubuh kekar.
Usai dipukuli Abu Nawas disuruh keluar istana. Ketika sampai di pintu gerbang kota, ia dicegat oleh penjaga.
“Hai Abu Nawas! Tempo hari ketika kau hendak masuk kekota ini kita telah mengadakan perjanjian. Masak kau lupa pada janjimu itu? Jika engkau diberi hadiah oleh Baginda maka engkau berkata: Aku bagi dua; engkau satu bagian, aku satu bagian. Nah, sekarang mana bagianku itu?”
“Hai penjaga pintu gerbang, apakah kau benar-benar menginginkan hadiah Baginda yang diberikan kepadaku tadi?”
“lya, tentu itu kan sudah merupakan perjanjian kita?”
“Balk, aku berikan semuanya, bukan hanya satu bagian!”
“Wah ternyata kau baik hati Abu Nawas. Memang harusnya begitu, kau kan sudah sering menerima hadiah dari Baginda.”
Tanpa banyak cakap lagi Abu Nawas mengambil sebatang kayu yang agak besar lalu orang itu dipukulinya sebanyak dua puluh lima kali.Tentu saja orang itu menjerit-jerit kesakitan dan menganggap Abu Nawas telah menjadi gila.
Setelah penunggu gerbang kota itu klenger Abu Nawas meninggalkannya begitu saja, ia terus melangkah pulang ke rumahnya.
Sementara itu si penjaga pintu gerbang mengadukan nasibnya kepada Sultan Harun Al Rasyid.
“Ya, Tuanku Syah Alam, ampun beribu ampun. Hamba datang kemari mengadukan Abu Nawas yang telah memukul hamba sebanyak dua puluh lima kali tanpa suatu kesalahan. Hamba mohom keadilan dari Tuanku Baginda.”
Baginda segera memerintahkan pengawal untuk memanggil Abu Nawas. Setelah Abu Nawas berada di hadapan Baginda ia ditanya.”Hai Abu Nawas! Benarkah kau telah memukuli penunggu pintu gerbang kota ini sebanyak dua puluh lima kali pukulan?”
Berkata Abu Nawas, “Ampun Tuanku, sudah sepatutnya dia menerima pukulan itu
“Apa maksudmu? Coba kau jelaskan seb orang itu?” tanya Baginda.
“Tuanku,”kata Abu Nawas.”Hamba dan p. mengadakan perjanjian bahwa jika’hamba diberi hadiah tersebut akan dibagi dua. Satu bagian saya. Nah pagi tadi hamba menerima hadial maka saya berikan pula hadiah dua puluh limi kali.
“Hai penunggu pintu gerbang, benarkah kau berjanji seperti itu dengan Abu Nawas?” tanya Baginda.
“Benar Tuanku,”jawab penunggu pintu gerbang mengira jika Baginda memberikan hadiah pada abunawas.
“Hahahahaha…….!Dasar tukang peras, sahut Baginda.”Abu Nawas tiada bersalah bahwa penjaga pintu gerbang kota Baghdad suka memeras orang! Kalau kau tidak berubah aku akan memecat dan menghukum kamu!”
“Ampun Tuanku,”sahut penjaga pintu gerbang. Abu Nawas berkata,”Tuanku, hamba sue tiba-tiba diwajibkan hadir di tempat ini, pai Hamba mohon ganti rugi. Sebab jatah waktu karena panggilan Tuanku. Padahal besok r untuk keluarga hamba.” Sejenak Baginda melengak, terkejut ate tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak,” Hahahah
Baginda kemudian memerintahkan bem sekantong uang perak kepada Abu Nawas. A hati gembira. Tetapi sesampai di rumahnya Abu Nawas bahkan semakin nyentrik seperti orang gila J
Pada suatu hari Raja Harun Al Rasyid rm menterinya.
“Apa pendapat kalian mengenai Abu N. sebagai kadi?”3 Wazir atau perdana menteri berkata,”Melihat keadaan Abu Nawas yang semakin parah otaknya maka sebaiknya Tuanku mengangkat orang lain saja menjadi kadi.”
Menteri-menteri yang lain juga mengutarakan pendapat yang sama. “Tuanku, Abu Nawas telah menjadi gila karena itu dia tak layak menjadi kadi.”
“Baiklah, kita tunggu dulu sampai dua puluh satu hari, karena bapaknya baru saja mati. Jika tidak sembuh-sembuh juga bolehlah kita mencari kadi yang lain saja.”
Setelah lewat satu bulan Abu Nawas masih dinggap gila, maka Sultan Harun Al Rasyid mengangkat orang lain menjadi kadi atau penghulu kerajaan Baghdad.
Konon dalam seuatu pertemuan besar ada seseorang bernama Polan yang sejak lama berambisi menjadi Kadi, la mempengaruhi orang-orang di sekitar Baginda untuk menyetujui jika ia diangkat menjadi Kadi, maka tatkala ia mengajukan dirinya menjadi Kadi kepada Baginda maka dengan mudah Baginda menyetujuinya.
Begitu mendengar Polan diangkat menjadi kadi maka Abu Nawas mengucapkan syukur kepada Tuhan. “Alhamdulillah….. aku telah terlepas dari balak yang mengerikan.Tapi….sayang sekali kenapa hams Polan yang menjadi Kadi, kenapa tidak yang lain saja.”
Mengapa Abu Nawas bersikap seperti orang gila? Ceritanya begini: Pada suatu hari ketika ayahnya sakit parah dan hendak meninggal dunia ia panggil Abu Nawas untuk menghadap. Abu Nawas pun datang mendapati bapaknya yang sudah lemah lunglai.
Berkata bapaknya, “Hai anakku, aku sudah hampir mati. Sekarang ciumlah telinga kanan dan telinga kiriku.”
Abu Nawas segera menuruti permintaan terakhir bapaknya. la cium telinga kanan bapaknya, ternyata berbau harum, sedangkan yang sebelah kiri berbau sangat busuk.
“Bagamaina anakku? Sudah kau cium?” “Benar Bapak!”
“Ceritakan dengan sejujurnya, baunya kedua telingaku ini.” “Aduh Pak, sungguh mengherankan, telinga Bapak yang sebelah kanan berbau harum sekali. Tapi… yang sebelah kiri kok baunya amat busuk?”
“Hai anakku Abu Nawas, tahukah apa sebabnya bisa terjadi begini?” “Wahai bapakku, cobalah ceritakan kepada anakmu ini.’;
Berkata Syeikh Maulana.Tada suatu hari datang dua orang mengadukan masalahnya kepadaku. Yang seorang aku dengarkan keluhannya. Tapi yang seorang lagi karena aku tak suka maka tak kudengar pengaduannya. Inilah resiko menjadi Kadi (Penghulu). Jika kelak kau suka menjadi Kadi maka kau akan mengalami hal yang sama, namun Jika kau tidak suka menjadi Kadi maka buatlah alasan yang masuk akal agar kau tidak dipilih sebagai Kadi o!eh Sultan Harun Al Rasyid. Tapi tak bisa tidak Sultan Harun AI.Rasyid pastilah tetap memilihmu sebagai Kadi.”
Nah, itulah sebabnya Abu Nawas pura-pura menjadi gila. Hanya untuk menghindarkan diri agar tidak diangkat menjadi kadi, seorang kadi atau penghulu pada masa itu kedudukannya seperti hakim yang memutus suatu perkara. Waiaupun Abu Nawas tidak menjadi Kadi namun dia sering diajak konsultasi oleh sang Raja untuk memutus suatu perkara. Bahkan ia kerap kali dipaksa datang ke istana hanya sekedar untuk menjawab pertanyaan Baginda Raja yang aneh-aneh dan tidak masuk akal.
Unsur Intrinsik :
Tema : keadilan
Alur : Menggunakan alur maju mundur. Karena penulis menceritakan cerita tidak berurutan dari awal hingga akhir.
Setting/ Latar :
-Setting Tempat : Negeri Antah Berantah, kerajaan raja Bahgdad, rumah Abunawas.
Setting Suasana : ramai, menegangkan, dan bahagia.
Sudut Pandang Pengarang : orang ketiga serba tahu.
Amanat :
-kita harus banyak-banyak bersyukur.
Jangan selalu melihat ke atas, sekali-kali lihatlah kebawah, karena masih banyak orang yang hidupnya lebih menderita dari kita.
- Hadapilah semua rintangan dan cobaan dalam hidup dengan sabar dan rendah hati.
-Jangan memandang seseorang dari tampak luarnya saja, tapi lihatlah ke dalam hatinya.
-Hendaknya kita dapat menolong sesama yang mengalami kesukaran.
-Janganlah kita mudah menyerah dalam menghadapi suatu hal.
-Hidup dan kematian, bahagia dan kesedihan, semua berada di tanan Tuhan, manusia hanya dapat menjalani takdir yang telah ditentukan.
-kita harus selalu bersikap adil
Unsur Ekstrinsik :
1. Nilai Moral
Kita harus bersikap bijaksana dalam menghadapi segala hal di dalam hidup kita.
Jangan kita terlalu memaksakan kehendak kita kalau sebenarnya tidak mampu.
2. Nilai Budaya
Sebagai seorang raja kita harus memberikan contoh yang baik kepada rakyat.
3. Nilai Sosial
Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
Hendaknya kita mau berbagi untuk meringankan beban orang lain.
4. Nilai Religius
Jangan mempercayai ramalan yang belum tentu kebenarannya.
Percayalah pada Tuhan bahwa Dialah yang menentukan nasib manusia.
5. Nilai Pendidikan
Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.


Hikayat Bayan Budiman
Khoja Mubarak seorang saudagar kaya di negeri yang bernama Ajam. Beliau mempunyai seorang anak yang bernama Khoja Maimun. Apabila cukup umurnya, Khoja Maimun telah dikahwinkan dengan Bibi Zainab.
Oleh kerana hampir kehabisan harta, Khoja Maimun bercadang untuk pergi belayar dan berniaga. Sebelum belayar, Khoja Maimun telah membeli dua ekor burung sebagai peneman isterinya sepeninggalan beliau pergi belayar. Seekor burung bayan dan seekor burung tiung. Apabila sampai masa hendak pergi belayar, Khoja Maimun berpesan kepada isterinya supaya sentiasa bermuafakat dengan burung-burung itu sebelum melakukan sesuatu perkara.
Sepeninggalan Khoja Maimun, Bibi Zainab yang tinggal sendiri berasa kesunyian. Semasa duduk termenung di tingkap, seorang putera raja lalu dihadapan rumahnya. Kedua-duanya saling berpandangan dan berbalas senyum.
Sejak hari itu Bibi Zainab telah jatuh berahi terhadap putera raja itu. Putera Raja itu juga telah jatuh cinta pada Bibi Zainab. Dengan perantaraan seorang perempuan tua, pertemuan antara mereka berdua telah dapat di atur. Sebelum meninggalkan rumahnya, Bibi Zainab telah menyatakan hasratnya kepada burung tiung betina yang diharapnya akan lebih memahami perasaannya. Maka jawab tiung; “ya, tuan yang kecil molek, siti yang baik rupa, pekerjaan apakah yang tuan hamba hendak kerjakan ini? Tiadakah tuan takut akan Allah subhanahu wataala dan tiadakah tuan malu akan Nabi Muhammad, maka tuan hendak mengerjakan maksiat lagi dilarangkan Allah Taala dan ditegahkan Rasulullah s.a.w. Istimewanya pula sangat kejahatan, dan tiada wajib atas segala perempuan membuat pekerjaan demikian itu. Tiadakah tuan mendengar di dalam al-Quran dan kitab hadis Nabi, maka barangsiapa perempuan yang menduakan suaminya, bahawa sesungguhnya disulakan oleh malaikat di dalam neraka jahanam seribu tahun lamanya…”
Teguran burung tiung betina itu membuatkan Bibi zainab marah lalu dihempaskan burung itu ke bumi. Matilah burung itu.
Bibi Zainab seterusnya meminta nasihat daripada burung bayan pula sambil mencurahkan hasrat hatinya itu. Setelah mendengar semuanya, burung bayan pun berkata;
“Adapun hamba ini haraplah tuan, jikalau jahat sekalipun pekerjaan tuan, insyaAllah di atas kepala hambalah menanggungnya, jika datang suami tuan pun, tiada mengapa, daripada hamba inipun hendak membuat bakti kepada tuan dan berbuat muka pada suami tuan itu. Baiklah tuan segera pergi, kalau-kalau lamalah anak raja itu menantikan tuan, kerana ia hendak bertemu dengan tuan. apatah dicari oleh segala manusia di dalam dunia ini, melainkan martabat, kebesaran dan kekayaan?Adakah yang lebih daripada martabat anakj raja? tetapi dengan ikhtiar juga sempurnalah adanya. Adapun akan hamba tuan ini adalah seperti hikayat seekor unggas bayan yang dicabut bulunya oleh seorang isteri saudagar….“
Burung Bayan tidak melarang malah dia menyuruh Bibi Zainab meneruskan rancangannya itu, tetapi dia berjaya menarik perhatian serta melalaikan Bibi Zainab dengan cerita-ceritanya. Bibi Zainab terpaksa menangguh dari satu malam ke satu malam pertemuannya dengan putera raja. begitulah seterunya sehingga Khoja Maimun pulang dari pelayarannya.
Bayan yang bijak bukan sahaja dapat menyelamatkan nyawanya tetapi juga dapat menyekat isteri tuannya daripada menjadi isteri yang curang. Dia juga dapat menjaga nama baik tuannya serta menyelamatkan rumah tangga tuannya.
Antara ceriota bayan itu ialah mengenai seekor bayan yang mempunyai tiga ekor anak yang masih kecil. Ibu bayan itu menasihatkan anak-anaknya supaya jangan berkawan dengan anak cerpelai yang tinggal berhampiran. Ibu bayan telah bercerita kepada anak-anaknya tentang seekor anak kera yang bersahabat dengan seorang anak saudagar. Pada suatu hari mereka berselisih faham. Anak saudagar mendapat luka di tangannya. Luka tersebut tidak sembuh melainkan diubati dengan hati kera. Maka saudagar itupun menangkap dan membunuh anak kera itu untuk mengubati anaknya.
Sebuah lagi cerita bayan ialah mengenai seorang lelaki yang sangat mengasihi isterinya. Apbila isterinya meninggal dunia, dia telahj memohon dioa kepada Tuhan supaya separuh daripada umurnya dibahagikan kepada isterinya. Doa itu dikabulkan dan isterinya hidup semual. Namun, si isteri tidak jujur dan lari dengan seorang saudagar kaya. Lelaki itu menjejaki isterinya kerana menyangka isterinya dilarikan oleh saudagar kaya itu. Tetapi dia telah dihina dan diusir oleh isterinya. Kerana marah dan kecewa, lelaki itu memohon agar Tuhan mengembalikan usianya yang telah diberi kepada isterinya. Dengan kehendak Tuhan, isterinya mati semula.
Dalam cerita yang lain pula, bayan bercerita mengenai pengorbanan seorang isteri. seorang puteri raja yang kejam telah membunuh 39 orang suaminya. suaminya yang keempat puluh telah berjaya menginsafkannya dengan sebuah cerita mengenai seekor rusa betina yang sanggup menggantikan pasangannya, rusa jantan, untuk disembelih. Begitu kasih rusa betina kepada pasangannya sehingga sanggip mengorbankan diri untuk disembelih. Puteri itu insaf dan tidak jadi membunuh suaminya yang keempat puluh itu, malah sanggup berkorban apa sahaja untuk suaminya.








Unsur Intrinsik :
 Tema : Kesetiaan seorang Istri
 Alur : Menggunakan alur melingkar kaerna cerita bolak-balik ke masa lalu.
 Setting/ Latar :
-Setting Tempat : Negeri Antah Berantah, rumah istri saudagar.
-Setting Suasana : tegang, mencekam dan Ketakutan, bahagia, menyedihkan,
 Sudut Pandang Pengarang : orang ketiga serba tahu.
 Amanat :
- Seorang istri harus patuh pada suaminya
- Kita harus setia pada satu pasangan
- Harus tawakal dalam menghadapi cobaan.
- Janganlah kita mudah menyerah dalam menghadapi suatu hal.
- Jangan gegabah dalam mengambil keputusan.
Unsur Ekstrinsik :
1. Nilai Moral
- Kita harus bersikap bijaksana dalam menghadapi segala hal di dalam hidup kita.
- Jangan kita terlalu memaksakan kehendak kita pada orang lain, dan kita harus mau mendegarkan pendapat orang lain.
2. Nilai Budaya
- Seorang istri hendaknya patu pada perkataan suami.
Hikayat Panji Semirang
Alkisah pada zaman dahulu hiduplah seorang raja di Tanah Jawa yang merupakan empat bersaudara. Yang tua menjadi raja di Kuripan, yang muda menjadi raja di Daha, yang tengah menjadi raja di Gegelang, dan yang bungsu menjadi rajadi Singasari. Empat orang bersaudara itu sangat menyayangi satu sama lain. Negeri tempat mereka tinggal sangat ramai dan termasyur. Banyak pedagang asing yang masuk untuk berniaga di dalam negeri itu.
Bermula dari seseorang yang bernama Nata Kuripan dengan selirnya yang bernama Paduka Mahadewi. Mereka memiliki anak laki-laki yang sangat tampan rupanya. Dari wajahnya sudah terlihat jejak-jejak keagungan dari ayahnya. Maka, diberinyalah inang pengasuh serta tanah di Karang Banjar Ketapang. Orang-orang menyebut anak tersebut dengan sebutan Raden Banjar Ketapang.
Permaisuri Kuripan yang mengetahui itu, juga ingin mempunyai anak laki-laki yang baik parasnya. Ia pun mendiskusikannya dengan suaminya. Setelah beberapa lama, mereka memutuskan untuk menyembah segala dewa-dewa selama 40 hari 40 malam agar keinginannya dikabulkan.

Unsur-Unsur Intrinsik
 Tema Silsilah Panji Semirang
 Latar Suasana
Bahagia ( Terlalu amat berkasih-kasihan empat bersaudara,…)
 Latar Waktu
Zaman dahulu ( Sebermula pada zaman dahulu kala ada raja di Tanah Jawa empat bersaudara…)
 Latar Tempat
-Tanah Jawa ( Sebermula pada zaman dahulu kala ada raja di Tanah Jawa
empat bersaudra,……)
-Kuripan ( Yang tua menjadi ratu di Kuripan)
-Daha ( yang tengah menjadi ratu di Daha)
-Gegelang ( yang bungsu menjadi ratu di Gegelang)
-Karang Banjar Ketapang ( …, maka dipungutkan inang pengasuh dengan
sepertinya dan diberi pekarangan oleh Baginda di Karang Banjar Ketapang.)
 Watak Tokoh
- Raja: periang ( …..pada segenap tahun utus-mengutus, empat buah negeri itu terlalu amat baik perintahnya dan periksanya akan segala rakyatnya,…..Dan termasyurlah pada segala negeri di Tanah Jawa akan raja empat buah negeri itu, terlalu baik perintahnya,…..)
- Nata Kuripan: agung ( ….dan sikapnya dan jejak keagung-agungan), mau menerima pendapat ( Setelah sang nata mendengar kata Permaisuri demikian maka dipikirkan sang Nata, benarlah seperti kata Permaisuri.), tekun (Maka sang Nata dan Permaisuri pun memujalah dua laki istri kepada segala macam Dewa-Dewa siang dan malam empat puluh hari empat puluh malam.)
- Permaisuri: tekun (Maka sang Nata dan Permaisuri pun memujalah dua laki istri kepada segala macam Dewa-Dewa siang dan malam empat puluh hari empat puluh malam.), berkeinginan kuat (ingin rasanya ia hendak berputera laki-laki yang baikparasnya.)
 Sudut Pandang
Orang ketiga tunggal ( Karena tidak melibatkan sang pencerita di dalamnya)
 Gaya bahasa
-Menggunakan majas repetisi (terdapat dalam kata “maka”)
-Menggunakan majas hiperbola (…..dan mendam kula dan menghabiskan segala rerawitan isi laut dan darat.)
Nilai-Nilai (Unsur Ekstrinsik)

•Religi ( terdapat dalam pemujaan dewa)
•Kesabaran dan ketekunan (ketika sang Nata dan Permaisuri menyembah
dewa selama 40 hari 40 malam)
•Kerukunan ( terdapat dalam empat bersaudara yang berkasih-kasihan)
•Pengharapan ( terdapat dalam keinginan Nata dan Permaisuri dalam
mendapatkan anak).

Hikayat Si Miskin
Karena sumpah Batara Indera, seorang raja keinderaan beserta permaisurinya bibuang dari keinderaan sehingga sengsara hidupnya. Itulah sebabnya kemudian ia dikenal sebagai si Miskin.
Si Miskin laki-bini dengan rupa kainnya seperti dimamah anjing itu berjalan mencari rezeki berkeliling di Negeri Antah Berantah di bawah pemerintahan Maharaja Indera Dewa. Ke mana mereka pergi selalu diburu dan diusir oleh penduduk secara beramai-ramai dengan disertai penganiayaan sehingga bengkak-bengkak dan berdarah-darah tubuhnya. Sepanjang perjalanan menangislah si Miskin berdua itu dengan sangat lapar dan dahaganya. Waktu malam tidur di hutan, siangnya berjalan mencari rezeki. Demikian seterusnya.
Ketika isterinya mengandung tiga bulan, ia menginginkan makan mangga yang ada di taman raja. Si Miskin menyatakan keberatannya untuk menuruti keinginan isterinya itu, tetapi istri itu makin menjadi-jadi menangisnya. Maka berkatalah si Miskin, “Diamlah. Tuan jangan menangis. Biar Kakanda pergi mencari buah mempelam itu. Jikalau dapat, Kakanda berikan kepada tuan.”
Si Miskin pergi ke pasar, pulangnya membawa mempelam dan makanan-makanan yang lain. Setelah ditolak oleh isterinya, dengan hati yang sebal dan penuh ketakutan, pergilah si Miskin menghadap raja memohon mempelam. Setelah diperolehnya setangkai mangga, pulanglah ia segera. Isterinya menyambut dengan tertawa-tawa dan terus dimakannya mangga itu. Setelah genap bulannya kandunga itu, lahirlah anaknya yang pertama laki-laki bernama Marakarmah (=anak di dalam kesukaran) dan diasuhnya dengan penuh kasih saying.
Ketika menggali tanah untuk keperluan membuat teratak sebagai tempat tinggal, didapatnya sebuah tajau yang penuh berisi emas yang tidak akan habis untuk berbelanja sampai kepada anak cucunya. Dengan takdir Allah terdirilah di situ sebuah kerajaan yang komplet perlengkapannya. Si Miskin lalu berganti nama Maharaja Indera Angkasa dan isterinya bernama Tuan Puteri Ratna Dewi. Negerinya diberi nama Puspa Sari. Tidak lama kemudian, lahirlah anaknya yang kedua, perempuan, bernama Nila Kesuma. Maharaja Indera Angkasa terlalu adil dan pemurah sehingga memasyurkan kerajaan Puspa Sari dan menjadikan iri hati bagi Maharaja Indera Dewa di negeri Antah Berantah.
Ketika Maharaja Indera Angkasa akan mengetahui pertunangan putra-putrinya, dicarinya ahli-ahli nujum dari Negeri Antah Berantah. Atas bujukan jahat dari raja Antah Berantah, oleh para ahli nujum itu dikatakan bahwa Marakarmah dan Nila Kesuma itu kelak hanyalah akan mendatangkan celaka saja bagi orangtuanya. Ramalan palsu para ahli nujum itu menyedihkan hati Maharaja Indera Angkasa. Maka, dengan hati yang berat dan amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya itu. Tidak lama kemudian sepeninggal putra-putrinya itu, Negeri Puspa Sari musnah terbakar.
Sesampai di tengah hutan, Marakarmah dan Nila Kesuma berlindung di bawah pohon beringin. Ditangkapnya seekor burung untuk dimakan. Waktu mencari api ke kampung, karena disangka mencuri, Marakarmah dipukuli orang banyak, kemudian dilemparkan ke laut. Nila Kesuma ditemu oleh Raja Mengindera Sari, putera mahkota dari Palinggam Cahaya, yang pada akhirnya menjadi isteri putera mahkota itu dan bernama Mayang Mengurai.
Akan nasib Marakarmah di lautan, teruslah dia hanyut dan akhirnya terdampar di pangkalan raksasa yang menawan Cahaya Chairani (anak raja Cina) yang setelah gemuk akan dimakan. Waktu Cahaya Chairani berjalan –jalan di tepi pantai, dijumpainya Marakarmah dalam keadaan terikat tubuhnya. Dilepaskan tali-tali dan diajaknya pulang. Marakarmah dan Cahaya Chairani berusaha lari dari tempat raksasa dengan menumpang sebuah kapal. Timbul birahi nahkoda kapal itu kepada Cahaya Chairani, maka didorongnya Marakarmah ke laut, yang seterusnya ditelan oleh ikan nun yang membuntuti kapal itu menuju ke Palinggam Cahaya. Kemudian, ikan nun terdampar di dekat rumah Nenek Kebayan yang kemudian terus membelah perut ikan nun itu dengan daun padi karena mendapat petunjuk dari burung Rajawali, sampai Marakarmah dapat keluar dengan tak bercela.
Kemudian, Marakarmah menjadi anak angkat Nenek Kebayan yang kehidupannya berjual bunga. Marakarmah selalu menolak menggubah bunga. Alasannya, gubahan bunga Marakarmah dikenal oleh Cahaya Chairani, yang menjadi sebab dapat bertemu kembali antara suami-isteri itu. Karena cerita Nenek Kebayan mengenai putera Raja Mangindera Sari menemukan seorang puteri di bawah pohon beringin yang sedang menangkap burung, tahulah Marakarmah bahwa puteri tersebut adiknya sendiri, maka ditemuinyalah. Nahkoda kapal yang jahat itu dibunuhnya.
Selanjutnya, Marakarmah mencari ayah bundanya yang telah jatuh miskin kembali. Dengan kesaktiannya diciptakannya kembali Kerajaan Puspa Sari dengan segala perlengkapannya seperti dahulu kala. Negeri Antah Berantah dikalahkan oleh Marakarmah, yang kemudian dirajai oleh Raja Bujangga Indera (saudara Cahaya Chairani).
Akhirnya, Marakarmah pergi ke negeri mertuanya yang bernama Maharaja Malai Kisna di Mercu Indera dan menggantikan mertuanya itu menjadi Sultan Mangindera Sari menjadi raja di Palinggam Cahaya.
(Sumber:Peristiwa Sastra Melayu Lama)


Unsur Ekstrinsik dalam Hikayat Si Miskin
1. Nilai Moral
- Kita harus bersikap bijaksana dalam menghadapi segala hal di dalam hidup kita.
- Jangan kita terlalu memaksakan kehendak kita pada orang lain.
2. Nilai Budaya
- Sebagai seorang anak kita harus menghormati orangtua.
- Hendaknya seorang anak dapat berbakti pada orang tua.
3. Nilai Sosial
- Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
- Hendaknya kita mau berbagi untuk meringankan beban orang lain.
4. Nilai Religius
- Jangan mempercayai ramalan yang belum tentu kebenarannya.
- Percayalah pada Tuhan bahwa Dialah yang menentukan nasib manusia.
5. Nilai Pendidikan
- Kita harus saling tolong-menolong terhadap sesama dan pada orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
- Jangan mempercayai ramalan yang belum tentu kebenarannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar