facebook

Selasa, 03 September 2013

ILMU TAUHID

A.   Pengertian Tauhid
Ilmu Tauhid adalah :
عِلْمُ االتَّوْحِيْدِ عِلْمٌ يُقْتَدَرُ عَلَى اِثْبَاتِ الْعَقَائِدِ الدِّيْنِيَّةِ مِنْ أَدِلَّتِهَا الْيَقِيْنِيَّةِ
Artinya : Suatu ilmu yang karenanya ada kemampuan untuk mengokohkan ‘aqidah-‘aqidah agama dengan dalil-dalilnya yang pasti.
Ilmu ini disebut dengan Ilmu Tauhid karena di dalamnya membahas tentang keesaan Allah dan pembuktiannya. Kadangkala ilmu tauhid juga disebut ilmu Usuluddin, karena di dalamnya dijelaskan pokok-pokok keyakinan dalam agama  Islam. Ilmu ini juga dinamakan Ilmu Kalam, karena di dalamnya menjelaskan dan membuktikan keesaan Tuhan itu memerlukan pembicaraan yang benar.
Dengan mengetahui dan mengamalkan ilmu Tauhid kita akan memperkuat aqidah Islam secara ideal, yang mana akidah merupakan ajaran tentang keimanan terhadap keesaan Allah swt, dengan keyakinan penuh yang dibenarkan oleh hati,  diucapkan oleh lidah dan diwujudkan oleh amal perbuatan.
B.   Pentingnya Belajar Ilmu Tauhid
Ilmu Tauhid adalah ilmu yang wajib dipelajari bagi setiap Muslim. Sebab ilmu ini menyangkut ‘aqidah yang berkaitan dengan Islam. Sedangkan ‘aqidah merupakan pondasi bagi keberagamaan seseorang dan benteng yang kokoh untuk memelihara ‘aqidah Muslim dari setiap ancaman keraguan dan kesesatan.
Kita seringkali mendengar terjadinya berbagai penyimpangan dalam berpikir, berkata, dan bertindak. Hal itu terjadi karena jauhnya pemahaman yang benar tentang dasar-dasar ‘aqidah Islam dan masalah-masalah keimanan.
Prinsip-prinsip aqidah dalam Islam dan masalah-masalah keimanan adalah ajaran yang dibawa oleh para rasul sejak dulu. Sebagaimana diterangkan dalam firrman Allah swt dalam surat al-Anbiya’ ayat 25, yang artinya : Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang sebenarnya) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.
Amal baik yang dilakukan oleh seseorang dengan penuh keikhlasan hanya akan diterima oleh Allah swt, apabila didasari dengan aqidah Islam yang benar yang menjadi bahasan ilmu Tauhid ini. Karena penyimpangan terhadap aqidah yang benar berarti bentuk penyimpangan dari keimanan yang murni kepada Allah swt dan hal itu merupakan bentuk kekufuran kepada Allah swt. Maka berapapun amal baik yang dilakukan oleh seseorang, bila ia tidak beriman kepadanya, maka Allah tidak akan menerimanya. Allah swt berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 217 yang artinya: “Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”.
C.   Aliran-Aliran dalam Aqidah Islam
Dalam sejarah Islam, para ulama sering berbeda pendapat tentang masalah agama, baik yang menyangkut masalah syariah ataupun aqidah. Perbedaan pendapat dan pemikiran tersebut menimbulkan perdebatan-perdebatan, bahkan sentimen dan permusuhan, sehingga muncullah berbagai macam golongan atau Madzhab (aliran). Para pakar Islam mengklasifikasikan madzhab tersebut pada 4 (empat) kelompok, yaitu kelompok Jabariyah, kelompok Qadariyah, kelompok Mu’tazilah, kelompok Asy’ariyah.
Pengklasifikasian ini didasarkan kepada pemahaman yang bersumber langsung kepada al-Qur’an dan Sunnah, interpretasi tentang keduanya dan juga pemikiran yang dipengaruhi oleh perkembangan kultur.
a)   Golongan Jabariyah, Golongan ini disebut Jabariyah, karena salah satu pendapatnya bahwa perbuatan baik maupun buruk manusia bukanlah atas kehendak dirinya akan tetapi karena paksaan (jabar) dari Allah SWT, sehingga manusia tidak mempunyai kekuasaan sedikit pun untuk memilih dari perbuatan yang akan dilakukannya. Yang menjadi dasar alasan mereka, antara lain adalah firman Allah surat Ash-Shaffaat : 96, Al-Hadiid : 22, Al-Anfal : 17; dan At-Taubah : 51. Madzhab ini didirikan oleh Jaham bin Shafwan pada abad ke 2H, yang dikenal dengan golongan Jahamiah).
b)   Gologan Qadariyah, nama golongan ini berdasarkaqn kepada pengertian bahwa manusia mempunyai qudrat atau kekuasaan, untuk berbuat sesuai dengan kehendaknya. Golongan ini berpendapat bahwa manusia dijadikan Allah SWT, diberi potensi untuk berbuat, sedangkan Allah tidak mempunyai pengaruh terhadap segala perbuatan manusia. Pendapat paham ini mengambil hasil penafsiran dari firman Allah SWT, surat Al-Kahfi : 29, Arra’du : 11 dan Al-Balad : 10. Madzhab ini didirikan oleh Ma’had Al-Jauhari di Irak pada akhir abad 1 H.
c)   Golongan Mu’tazilah, Golongan ini disebut Mu’tazilah karena pendirinya memisahkan diri dari gurunya Hasan Al-Bisri, sedangkan mereka sendiri tidak mau disebut Mu’tazilah dan menyebut dirinya sebagai Ahlul Haq (penegak kebenaran).
Doktrin Mu’tazilah antara lain:
1)   Tentang Dosa Besar
Orang Islam yang mempunyai dosa besar disebut fasiq, mereka bukan mu’min dan bukan pula kafir baginya mereka tidak akan masuk surga dan neraka, tetapi menempati tempat tersendiri antara keduanya. (ada yang berpendapat bahwa mereka disebut mu’tazilah karena pendirian ini).
2)   Tentang Qadar.
Allah tidak menjadikan perbuatan makhluk tetapi makhluklah yang berbuat. Oleh karena itu mereka pantas mendapatkan azab atas dosa-dosanya dan mereka berhak mendapatkan jasa (keuntungan) dari amal kebaikannaya.
3)   Tentang ke-Esaan Allah.
Mereka meniadakan sifat-sifat Allah, yang disebut Tauhid adalah meniadakan sifat-sifat Allah. Karena apabila Allah itu mempunyai sifat, maka Allah tidak Esa lagi.
4)   Tentang Kemampuan Akal Manusia.
Manusia dengan kemampuan akalnya dapat mengetahui benar dan salah, baik dan buruk, Walaupun tidak diberitahu oleh syara’.
5)   Tentang Janji dan Ancaman.
Allah akan memenuhi janji-janji-Nya, baik berupa pahala maupun siksa. Bagi orang yang melakukan dosa besar tidak akan diampuni dosanya kecuali taubat.
d)   Golongan Asy’ariyah, Golongan ini merupakan reaksi terhadap golongan Mu’tazilah. Kadang-kadang golongan ini disebut juga dengan ahlussunnah waljamaah, karena mereka banyak berpegang kepada tradisi dari Nabi dan para sahabatnya dengan jumlah pengikut yang banyak. Pendapatnya terhadap ke-Tuhanan dikemukakan bahwa Allah mempunyai sifat dan nanti di akhirat Allah akan dapat dilihat. Mengenai perbuatan manusia bahwa manusia tidak hanya dilahirkan oleh manusia, tetapi tidak lepas dari kekuasaan Allah SWT. Dalam hubungannya dengan surga dan neraka, Tuhanlah yang akan menentukannya. Bagi muslim yang mempunyai dosa besar, dia akan mendapat siksa di neraka sesuai dengan dosanya, kemudian dia masuk ke surga.
Melihat dari keseluruhan konsep Asy’ariyah ini, madzhab ini mengambil jalan tengah dari konsep Qadariyah dan Jabariyah. Sedangkan apabila dibandingkan dari golongan-golongan di atas terdapat :
1)   Adanya perbedaan cara pandang terhadap sifat-sifat Allah, namun semua golongan sama di dalam mengakui ke-Esaan DzatNya.
2)   Adanya perbedaan mengenai kekuasaan Allah di dalam menggerakkan perbuatan manusia, yaitu di dalam kebebasan manusia untuk berbuat, ketertutupan manusia untuk berbuat dan adanya usaha manusia yang tidak terlepas dari kekuasaan Allah SWT.
3)   Perbedaan mengenai efek dari perbuatan manusia, yang mempunyai dosa besar akan mengalami siksaan sesuai dengan amalnya, dan ada juga yang mengemukakan fasiq, mereka akan menempati sesuatu tempat antara surga dan neraka.
Adanya perbedaan antara golongan tersebut ini tidak terlepas dari dalil naqli dan dalil aqli serta cara beristimbath (mengeluarkan hukum) dari keduanya. Namun golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah memilih jalan tengah yaitu tidak terlalu Jabariyah dan tidak terlalu Qadariyah. Ahlussunnah Wal Jama’ah dalam bidang Tauhid atau Akidah ini mengikuti Imam al-Asy’ari  yang disebut dengan golonan Asy’ariyah dan juga mengikuti Imam Al-Mathuridi karena pemikiran dan cara beristimbathnya (mengeluarkan hukum) sama. Kedua madzhab ini dianggap tsiqoh (bisa dipercaya) karena dalil-dalilnya kuat dan sesuai dengan landasan al-Qur’an dan al-Hadist.
Di Indonesia, khususnya di pesantren-pesantren salaf yang merupakan basis Ahlusssunnah Wal Jama’ah, pada umumnya menganut madzhab Asy’ariyah. Hal ini bisa dilihat dari kitab-kitab kajian mereka dalam bidang Tauhid seperti Kitab Aqidatul Awam, Fathul Majid dan sebagainya, yang berisi tentang aqoid yang 50 (lima puluh).

DAFTAR PUSTAKA
Abdusshomad, Muhyiddin. 2009. Aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah. Surabaya: Khalista.

Ahmadi, Abu dan Salimi, Noor. 2008. Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: PT.Bumi Aksara.

1 komentar: